Minggu, 14 Oktober 2012

PANDUAN SHALAT TAHAJUD



PANDUAN SHALAT TAHAJUD

Kamis, 07 Januari 2010 00:00 Muhammad Abduh Tuasikal Hukum Islam


Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah wa 'ala alihi wa shohbihi wa man tabi'ahum bi ihsanin ilaa yaumid diin.
Suatu kenikmatan yang sangat indah adalah bila seorang hamba bisa merasakan bagaimana bermunajat dengan Allah di tengah malam terutama ketika 1/3 malam terakhir. Berikut sedikit panduan dari kami mengenai shalat tahajud.
Maksud Shalat Tahajud
Shalat malam (qiyamul lail) biasa disebut juga dengan shalat tahajud. Mayoritas pakar fiqih mengatakan bahwa shalat tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari secara umum setelah bangun tidur.1 

Keutamaan Shalat Tahajud 

Pertama: Shalat tahajud adalah sifat orang bertakwa dan calon penghuni surga.
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18) 

Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 15-18).
Al Hasan Al Bashri mengatakan mengenai ayat ini, “Mereka bersengaja melaksanakan qiyamul lail (shalat tahajud). Di malam hari, mereka hanya tidur sedikit saja. Mereka menghidupkan malam hingga sahur (menjelang shubuh). Dan mereka pun banyak beristighfar di waktu sahur.”2 

Kedua: Tidak sama antara orang yang shalat malam dan yang tidak.
Allah Ta'ala berfirman,
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu'.3 
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!”4 Jawabannya, tentu saja tidak sama. 

Ketiga: Shalat tahajud adalah sebaik-baik shalat sunnah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”5
An Nawawi -rahimahullah- mengatakan, “Ini adalah dalil dari kesepakatan ulama bahwa shalat sunnah di malam hari lebih baik dari shalat sunnah di siang hari. Ini juga adalah dalil bagi ulama Syafi’iyah (yang satu madzhab dengan kami) di antaranya Abu Ishaq Al Maruzi dan yang sepaham dengannya, bahwa shalat malam lebih baik dari shalat sunnah rawatib. Sebagian ulama Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib lebih afdhol (lebih utama) dari shalat malam karena kemiripannya dengan shalat wajib. Namun pendapat pertama tetap lebih kuat dan sesuai dengan hadits. Wallahu a’lam.6
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Waktu tahajud di malam hari adalah sebaik-baik waktu pelaksanaan shalat sunnah. Ketika itu hamba semakin dekat dengan Rabbnya. Waktu tersebut adalah saat dibukakannya pintu langit dan terijabahinya (terkabulnya) do'a. Saat itu adalah waktu untuk mengemukakan berbagai macam hajat kepada Allah.”7
'Amr bin Al 'Ash mengatakan, “Satu raka'at shalat sunnah di malam hari lebih baik dari 10 raka'at shalat sunnah di siang hari.” Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya.8
Ibnu Rajab mengatakan, “Di sini 'Amr bin Al 'Ash membedakan antara shalat malam dan shalat di siang hari. Shalat malam lebih mudah dilakukan sembunyi-sembunyi dan lebih mudah mengantarkan pada keikhlasan.”9 Inilah sebabnya para ulama lebih menyukai shalat malam karena amalannya yang jarang diketahui orang lain. 

Keempat: Shalat tahajud adalah kebiasaan orang sholih.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ
Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”10 

Kelima: Sebaik-baik orang adalah yang melaksanakan shalat tahajud.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengatakan mengenai 'Abdullah bin 'Umar,
« نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى بِاللَّيْلِ » . قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَلِيلاً .
Sebaik-baik orang adalah 'Abdullah (maksudnya Ibnu 'Umar) seandainya ia mau melaksanakan shalat malam.” Salim mengatakan, “Setelah dikatakan seperti ini, Abdullah bin 'Umar tidak pernah lagi tidur di waktu malam kecuali sedikit.”11 

Waktu Shalat Tahajud
Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- mengatakan,
مَا كُنَّا نَشَاءُ أَنْ نَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ وَلَا نَشَاءُ أَنْ نَرَاهُ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ
Tidaklah kami bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula.12
Ibnu Hajar menjelaskan,
إِنَّ صَلَاته وَنَوْمه كَانَ يَخْتَلِف بِاللَّيْلِ وَلَا يُرَتِّب وَقْتًا مُعَيَّنًا بَلْ بِحَسَبِ مَا تَيَسَّرَ لَهُ الْقِيَام
Sesungguhnya waktu shalat malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbeda-beda setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu tertentu untuk shalat. Namun beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang mudah bagi beliau.13 

Waktu Utama untuk Shalat Tahajud
Waktu utama untuk shalat malam adalah di akhir malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
Rabb kami -Tabaroka wa Ta'ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman, “Siapa yang memanjatkan do'a pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya”.”14
Dari 'Abdullah bin 'Amr, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Sesungguhnya puasa yang paling dicintai di sisi Allah adalah puasa Daud15 dan shalat yang dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud 'alaihis salam. Beliau biasa tidur di separuh malam dan bangun tidur pada sepertiga malam terakhir. Lalu beliau tidur kembali pada seperenam malam terakhir. Nabi Daud biasa sehari berpuasa dan keesokan harinya tidak berpuasa.16
'Aisyah pernah ditanyakan mengenai shalat malam yang dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 'Aisyah menjawab,
كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ ، فَيُصَلِّى ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَثَبَ ، فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ اغْتَسَلَ ، وَإِلاَّ تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa tidur di awal malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian beliau melaksanakan shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya. Jika terdengar suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki hajat, beliau mandi. Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke masjid).17 

Shalat Tahajud Ketika Kondisi Sulit
Bermunajatlah pada Allah di akhir malam ketika kondisi begitu sulit.
'Ali bin Abi Tholib pernah menceritakan,
رَأَيْتُنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا مِنَّا إِنْسَانٌ إِلاَّ نَائِمٌ إِلاَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَإِنَّهُ كَانَ يُصَلِّى إِلَى شَجَرَةٍ وَيَدْعُو حَتَّى أَصْبَحَ وَمَا كَانَ مِنَّا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرَ الْمِقْدَادِ بْنِ الأَسْوَدِ
Kami pernah memperhatikan pada malam Badar dan ketika itu semua orang pada terlelap tidur kecuali Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam. Beliau melaksanakan shalat di bawah pohon. Beliau memanjatkan do'a pada Allah hingga waktu Shubuh. Dan tidak ada di antara kami tidak ada yang mahir menunggang kuda selain Al Miqdad bin Al Aswad.18 Dalam riwayat lain disebutkan,
يُصَلِّى وَيَبْكِى حَتَّى أَصْبَحَ
Beliau melaksanakan shalat sambil menangis hingga waktu shubuh.19 

Jumlah Raka'at Shalat Tahajud yang Dianjurkan (Disunnahkan)
Jumlah raka'at shalat tahajud yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka'at. Dan inilah yang menjadi pilihan Nabishallallahu 'alaihi wa sallam.
'Aisyah mengatakan,
مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka'at. Beliau melakukan shalat empat raka'at, maka jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat empat raka'at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat tiga raka'at.20
Ibnu 'Abbas mengatakan,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam 13 raka'at. 21
Zaid bin Kholid Al Juhani mengatakan,
لأَرْمُقَنَّ صَلاَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّيْلَةَ فَصَلَّى. رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ أَوْتَرَ فَذَلِكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
Aku pernah memperhatikan shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun melaksanakan 2 raka'at ringan. Kemudian setelah itu beliau laksanakan 2 raka'at yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka'at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka'at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan shalat 2 raka'at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka'at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu terakhir beliau berwitir sehingga jadilah beliau laksanakan shalat malam ketika itu 13 raka'at.22 Ini berarti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan witir dengan 1 raka'at.23
Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum shalat malam, dibuka dengan 2 raka'at ringan terlebih dahulu. 'Aisyah mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak'at yang ringan.”24 

Bolehkah Menambahkan Raka'at Shalat Malam Lebih Dari 11 Raka'at?
Al Qodhi 'Iyadh mengatakan,
وَلَا خِلَاف أَنَّهُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ حَدّ لَا يُزَاد عَلَيْهِ وَلَا يَنْقُص مِنْهُ ، وَأَنَّ صَلَاة اللَّيْل مِنْ الطَّاعَات الَّتِي كُلَّمَا زَادَ فِيهَا زَادَ الْأَجْر ، وَإِنَّمَا الْخِلَاف فِي فِعْل النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا اِخْتَارَهُ لِنَفْسِهِ
“Tidak ada khilaf bahwa tidak ada batasan jumlah raka'at dalam shalat malam, tidak mengapa ditambah atau dikurang. Alasannya, shalat malam adalah bagian dari ketaatan yang apabila seseorang menambah jumlah raka'atnya maka bertambah pula pahalanya. Jika dilakukan seperti ini, maka itu hanya menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyelisihi pilihan yang beliau pilih untuk dirinya sendiri.”25
Ibnu 'Abdil Barr mengatakan,
فلا خلاف بين المسلمين أن صلاة الليل ليس فيها حد محدود وأنها نافلة وفعل خير وعمل بر فمن شاء استقل ومن شاء استكثر
“Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka'atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh semaunya mengerjakan dengan jumlah raka'at yang sedikit atau pun banyak.”26
Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menambah lebih dari 11 raka'at, di antaranya: 
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى 

Shalat malam itu dua raka'at-dua raka'at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka'at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.27 Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
Lalu bagaimana dengan hadits 'Aisyah,
مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka'at. 28
Jawabannya adalah sebagai berikut:
Jika ingin mengikuti sunnah (ajaran) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mestinya mencocoki beliau dalam jumlah raka'at shalat juga dengan tata cara shalatnya.
Sedangkan shalat yang paling bagus, kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah,
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوت
Shalat yang paling baik adalah yang paling lama berdirinya.29
Namun sekarang yang melakukan 11 raka'at demi mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan lama seperti beliau. Padahal jika kita ingin mencontoh jumlah raka'at yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seharusnya juga lama shalatnya pun sama. 
Sekarang pertanyaannya, manakah yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka'at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka'at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam? 
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam dari segi jumlah raka'at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik?
Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka'at yang lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta'ala berfirman,
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا
Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)
Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11 raka'at namun dengan raka'at yang panjang. Ada pula yang melakukannya dengan 20 raka'at atau 36 raka'at. Ada pula yang kurang atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabishallallahu 'alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri yang lama). 
Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus, “Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka'at yang sedikit. Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah raka'atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam. -Demikianlah faedah yang kami dapatkan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al 'Adawi dalam At Tarsyid-30 

Qodho' bagi yang Luput dari Shalat Tahajud karena Udzur
Bagi yang luput dari shalat tahajud karena udzur seperti ketiduran atau sakit, maka ia boleh mengqodho'nya di siang hari sebelum Zhuhur.
'Aisyah mengatakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاَةُ مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيْرِهِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau luput dari shalat malam karena tidur atau udzur lainnya, beliau mengqodho'nya di siang hari dengan mengerjakan 12 raka'at.31 
'Umar bin Khottob mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَىْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ
Barangsiapa yang tertidur dari penjagaannya atau dari yang lainnya, lalu ia membaca apa yang biasa ia baca di shalat malam antara shalat shubuh dan shalat zhuhur, maka ia dicatat seperti membacanya di malam hari.32 
Demikian pembahasan ringkas kami mengenai shalat tahajud. Kami masih akan membahas kiat-kiat bangun shalat tahajud dan panduan shalat witir -insya Allah-. Semoga Allah mudahkan. 
Semoga kita semakin terbimbing dengan sajian ringkas ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan sekaligus merutinkannya. 
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal 
Artikel Rumaysho.com 
Disempurnakan di Panggang-Gunung Kidul, 21 Muharram 1431 H
Footnote:
1 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/397, Al Maktabah At Taufiqiyah.
2 Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, Ibnu Katsir, 13/212, Maktabah Al Qurthubah.
3 Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, 12/115.

4 Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 7/166, Al Maktab Al Islami.
5 HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah.
6 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, 8/55, Dar Ihya' At Turots Al 'Arobi, Beirut, 1392
7 Lathoif Al Ma'arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 77, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.
8 Lathoif Al Ma'arif, hal. 76.
9 Idem.
10 Lihat Al Irwa' no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
11 HR. Bukhari no. 3739, dari Hafshoh.
12 Shahih. HR. Bukhari no. 1141, An Nasai no. 1627 (ini lafazh An Nasai), At Tirmidzi no. 769. Lihat Shahih wa Dho'if Sunan An Nasai, Syaikh Al Albani, 4/271, Asy Syamilah.
13 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al 'Asqolani Asy Syafi'i, 3/23, Darul Ma'rifah Beirut, 1379.
14 HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758, dari Abu Hurairah.
15 Sebagaimana dijelaskan oleh penulis Shahih Fiqh Sunnah -Syaikh Abu Malik- bahwa puasa Daud ini boleh dilakukan dengan syarat tidak sampai melalaikan yang wajib-wajib dan tidak sampai melalaikan memberi nafkah kepada keluarga yang menjadi tanggungannya. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 2/138, Al Maktabah At Taufiqiyah.

16 HR. Bukhari no. 1131 dan Muslim no. 1159, dari 'Abdullah bin 'Amr.

17 HR. Bukhari no. 1146, dari 'Aisyah.

18 HR. Ahmad 1/138. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

19 HR. Ahmad 1/125. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

20 HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738.

21 HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764.

22 HR. Muslim no. 765.

23 Lihat Al Muntaqo Syarh Al Muwatho', 1/280, Mawqi' Al Islam.

24 HR. Muslim no. 767.

25 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, An Nawawi, 6/19, Dar Ihya' At Turots Al Arobi Beirut, cetakan kedua, 1392.

26 At Tamhid, Ibnu 'Abdil Barr, 21/69-70, Wizaroh Umum Al Awqof, 1387 dan Al Istidzkar, Ibnu 'Abdil Barr, 2/98, Darul Kutub Al 'Ilmiyyah, 1421 H.

27 HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu 'Umar.

28 HR. Bukhari dan Muslim. Sudah lewat takhrijnya.

29 HR. Muslim no. 756, dari Jabir.

30 Lihat At Tarsyid, Syaikh Musthofa Al 'Adawi, hal. 146-149, Dar Ad Diya'.

31 HR. Muslim no. 746.

32 HR. Muslim no. 747.

Sumber: http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/2858-panduan-shalat-tahajud.html

Minggu, 29 Juli 2012

Gambaran Hari Kiamat..!! jangan lewati vidio ini..!!.mp4

Muslim silence the American Girl _ Worth seeing

100 Million Muslims in China اكثر من مئة مليون مسلم بالصين

china musilim GanSU LiXia

3000 new converts to Islam in Germany

pendeta masuk islam

KH Zainuddin MZ Mencari jodoh

[ Durasi Full ] KH. Zainuddin MZ - Arak dan Judi

Pengajian Ayat Suci Al Qur'an. Oleh Mu'amar part.1.flv

SEDEKAH VS UTANG 2 - USTAD YUSUF MANSUR

EMPAT EFEK DAHSYAT SEDEKAH - UST YUSUF MANSYUR

UST YUSUF MANSUR - MIRACLE SEDEKAH - YouTube.FLV

[ Durasi Full ] KH. Zainuddin MZ - Harta, Tahta dan Wanita

Kamis, 26 Juli 2012

dolphin hunting, Lamalera, Lembata Island, Indonesia, part 3

Dzikir 99 Asmaul Husna - Ary Ginanjar Agustian [Names of Allah]

Asma Ul Husna 99 Nama Allah

Ayatul Kursi Zikir Taubat

Astaghfirullah

KEAJAIBAN AIR ZAM ZAM

MENYIBAK RAHASIA BAWAH LAUT 4/4

MENYIBAK RAHASIA BAWAH LAUT 2/4

MENYIBAK RAHASIA BAWAH LAUT 1/4

Senin, 16 Juli 2012

Hafiz Quran yang terbaik

Bacaan Quran Yang Hebat.flv

Jagalah Hati [AA Gym]

Ya Nabi Salam Alaika FROM ARIFIN ILHAM

Arifin ilham - Dzikir dan Nasyid - Istighfar

prophet Muhammad in Bible1 اسم سيدنا محمد في الإنجيل والتوراة

Prophet Muhammad In Bible الرسول محمد في الإنجيل

( Corano & Bibbia ) Dibattito storico completo Ahmed Deedat contro Shor...

Christ in Islam ~ Sheikh Ahmed Deedat

DOA HAMBA ALLAH YG PRIHATIN DGN KONDISI UMAT ISLAM

Buatmu Ibu...

AIR MATA IBU

puisi untuk ibu

BERSIKAP DERMAWAN DI BULAN RAMADHAN

Bersikap Dermawan di Bulan Ramadan Ditulis oleh Dewan Asatidz Sifat dermawan adalah sifat yang sangat terpuji lagi mulia. Cukup lah bagi kita untuk memahaminya, bahwa Allah swt telah menasbihkan diriNya dengan sifat "al-Karim", Yang Maha Dermawan. Kalau lah tidak karena kedermawanan Allah, kita pasti tidak memiliki apa-apa, tidak kesejahteraan, tidak pula ketentraman. Dermawan juga merupakan sifat para Nabi, para sahabat, serta orang-orang saleh. Seorang yang dermawan akan ditutupi Allah aib dan keburukannya. Bahkan kebaikan demi kabaikan akan diperolehnya. Seorang penyair Arab pernah mengatakan "Seorang dermawan, apabila engkau memujinya, maka semua orang akan ikut memujinya, namun apabila engkau mencelanya, akan kau dapati bahwa hanya engkau sendiri yang mencelanya". Dermawan artinya rela berkorban di jalan Allah dengan harta atau bahkan jiwa dan raga. Dermawan bisa terwujud dalam bentuk: uluran tangan untuk memberi sedekah, infak, zakat, bantuan dana pembangunan masjid, sumbangan ke sekolah; ke pasantren; panti asuhan, dan juga termasuk membantu para pengungsi, korban perang dan lain sebagainya. Derwaman merupakan cerminan rasa solidaritas kemanusiaan dari seorang hamba Allah Yang Maha Kasih kepada hamba lainnya yang memerlukan. Tingkat tertinggi dari kedermawanan adalah "Iitsar", yaitu memberikan sesuatu kepada orang yang lebih memerlukan, padahal ia sendiri masih memerlukannya. Inilah yang digambarkan Allah swt dalah surat al Hashr ayat 9 dalam menceritakan kedemawanan kaum Anshar (penduduk Madinah) kepada kaum Muhajirin yang datang dari Makkah untuk berhijrah. "Dan mereka ber-itsar (mengutamakan orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan." Konon ayat ini turun pada seorang sahabat yang dimintai Rasulullah agar bersedia menerima seorang tamu untuk bermalam dirumahnya. Karena rasa hormat sahabat tersebut kepada Rasulullah, maka diterimanya tamu tersebut, padahal ia menyadari tidak memiliki apapun untuk disuguhkan kecuali makan malam yang pas-pasan untuk keluarganya. Sahabat tersebut bersama isterinya lalu meninabobokkan anak-anak mereka hingga mereka tertidur sebelum makan malam, lalu dipadamkannya lampu ruangan sebelum mereka menyuguhkan makan malam kepada sang tamu. Lalu ia duduk bersama tamu berpura-pura ikut menyantap makanan, padahal ia tidak ikut makan karena khawatir akan sedikitnya makanan yang disuguhkan. Pagi harinya Allah mengabadikan sifat kedermawaan sahabat tersebut dalam ayat diatas untuk diingat dan dijadikan suri teladan umat Islam bahwa betapa mulianya sifat dermawan ini. Kedermawanan seseorang akan menunjukkan keberanian dalam dirinya, karena ia tidak merasa takut akan kehilangan apa yang ia berikan kepada orang lain. Kedermawanan juga mencerminkan iman yang kuat dan kokoh, karena ia yakin bahwa apa yang diberikannya kepada orang lain niscaya akan mendapatkan ganti dari Allah. Inilah apa yang telah dijanjikan oleh Al Qur'an: "Dan apa yang kalian infakkan, maka Dia (Allah) pasti menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya" (Q.S. Saba' : 34). Dalam sebuah hadis Rasulullah juga bersabda "Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia dan dekat dengan sorga. Sedangkan orang bakhil dan kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia dan dekat dengan Neraka". Kedermawan yang dianjurkan adalah yang disertai keikhlasan untuk membantu saudara yang memerlukan dan demi mencari keridlaan Allah. Inilah yang akan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah swt. "Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah, adalah sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir dan setiap butir membuahkan lagi 100 biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang dikehendakiNya. Allah maha luas karuniaNya dan lagi maha mengetahui" (al-Baqarah:261). Di bulan Ramadan ini, patut kita menggugah diri, dengan kacamata kedermawanan untuk menaruh perhatian kepada saudara-saudara kita yang kebetulan bernasib kurang baik. Saudara-saudara kita: yang kelaparan, yang sakit, yang putus sekolah, yang kehilangan pekerjaan dan yang terlunta-lunta di pengungsian. Mereka menantikan uluran tangan, namun sering kita enggan untuk memberikan apa yang labih dari harta yang kita miliki. Puasa kita dengan meninggalkan makan dan minum seharian, tentu mengingatkan kita kepada saudara-saudara kita yang kelaparan dan kehausan, karena kemiskinan dan penderitaan mereka. Di bulan Ramadan ini, kita selayaknya juga meningkatkan rasa kedermawanan kita sebagaimana diteladankan oleh Rasulullah. Kedermawanan beliau ketika memasuki bulan Ramadan diibaratkan melebihi kedermawanan hembusan angin yang membawa hujan, kesejukan dan kehidupan bagi alam semesta. (H.R. Muslim). (Disarikan dari kitab "Al-durus al-Ramadlaniyah" dan "Min Kunuzil Islam" oleh Muhammad Yusuf, Pesantren Virtual Presidium Pakistan, Islamabad/Editor: ARW) Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1012%3Abersikap-dermawan-di-bulan-ramadan&catid=15%3Apengajian&Itemid=63

MENYAMBUT RAMADHAN DENGAN KEGEMBIRAAN

Menyambut Ramadhan dengan Kegembiraan Ditulis oleh Muhammad Niam Sebentar lagi tamu kita yang mulia bulan Ramadhan akan segera tiba. Kita semua sibuk mempersiapkan diri menyambut bulan yang penuh berkah tersebut. Mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan baik-baik adalah amalan yang sangat mulia. Para ulama sholeh terdahulu senantiasa mengkonsentrasikan diri menyambut Ramadhan dengan penuh keseriusan. Rasulullah s.a.w. pernah berpesan kepada umatnya :"Akan segera datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah s.w.t. bersama kalian pada bulan itu, maka diturunkanlah rahmat, diampuni dosa-dosa dan dikabulkan do'a dan permintaan. Allah melihat kalian berlomba-lomba dalam kebaikan, lalu diikutkan bersama kalian malaikat-malaikat. Maka tunjukkanlah kepada Allah kebaikan diri kalian, sesungguhnya orang yang rugi adalah mereka yang tidak mendapatkan rahmat Allah". Dalam al-Quran juga ditegaskan : "Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati. Berikut ini adalah sebagian sikap-sikap terpuji yang dilakukan para ulama sholeh terdahulu dalam menyambut bulan suci Ramadhan: 1. Dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Mereka selalu berharap datangnya Ramadhan dan ingin segera menyambutnya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Yahya bin Abi Katsir meriwayatkan bahwa orang-orang salaf terdahulu selalu mengucapkan doa:"Ya Allah sampaikanlah aku dengan selamat ke Ramadhan, selamatkan Ramadhan untukku dan selamatkan aku hingga selesai Ramadhan". Sampai kepada Ramadhan adalah kebahagiaan yang luar biasa bagi mereka, karena pada bulan itu mereka bisa mendapatkan nikmat dan karunia Allah yang tidak terkira. 2. Dengan pengetahuan yang dalam. Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Ibadah puasa mempunyai ketentuan dan aturan yang harus dipenuhi agar sah dan sempurna. Sesuatu yang menjadi prasyarat suatu ibadah wajib, maka wajib memenuhinya dan wajib mempelajarinya. Ilmu tentang ketentuan puasa atau yang sering disebut dengan fikih puasa merupakan hal yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, minimal tentang hal-hal yang menjadi sah dan tidaknya puasa. 3. Dengan doa Bulan Ramadhan selain merupakan bulan karunia dan kenikmatan beribadah, juga merupakan bulan tantangan. Tantangan menahan nafsu untuk perbuatan jahat, tantangan untuk menggapai kemuliaan malam lailatul qadar dan tantangan-tantangan lainnya. Keterbatasan manusia mengharuskannya untuk selalu berdo’a agar optimis melalui bulan Ramadhan. 4. Dengan tekad dan planning yang matang untuk mengisi Ramadhan Niat dan azam adalah bahasa lain dari planning. Orang-orang soleh terdahulu selalu merencanakan pengisian bulan Ramadhan dengan cermat dan optimis. Berapa kali dia akanmengkhatamkan membaca al-Quran, berapa kali sholat malam, berapa akan bersedekah dan membari makan orang berpuasa, berapa kali kita menghadiri pengajian dan membaca buku agama. Itulah planning yang benar mengisi Ramadhan, bukan hanya sekedar memplaning menu makan dan pakaian kita untuk Ramadhan. Begitu juga selama Ramadhan kita bertekad untuk bisa meraih taubatun-nasuuha, tobat yang meluruskan. Wallahu a'lam Ustadz Muhammad Niam Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1172%3Amenyambut-ramadhan-dengan-kegembiraan&catid=15%3Apengajian&Itemid=63

Marhaban Ya Ramadhan !

Marhaban Ya Ramadhan! Ditulis oleh Muhammad Niam Umat Islam kini kembali menjalankan ibadah puasa Ramadan. Bulan yang oleh Allah subhanahu wata'ala dihimpun di dalamnya rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan), dan itqun minan naar (terselamatkan dari api neraka). Bulan Ramadan juga disebut dengan "shahrul Qur'an", bulan diturunkannya al-Qur'an yang merupakan lentera hidayah ketuhanan yang sangat dibutuhkan umat manusia dalam membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mana jalan yang benar dan mana jalan yang sesat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah SWT mengistemewakan bulan Ramadan di atas bulan-bulan lainnya dengan menurunkan Al-Qur'an di dalamnya. Kitab-kitab suci yang diturunkan kepada nabi-nabi terdahulu juga diturunkan pada bulan Ramadan. Kitab nabi Ibrahim (suhuf) diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan, kitab Zabur diturunkan kepada nabi Dawud pada malam kedua belas bulan Ramadan, kitab Taurat diturunkan kepada nabi Musa pada malam keenam bulan Ramadan dan kitab Injil kepada nabi Isa diturunkan pada malam ketiga belas bulan Ramadan. Kitab-kitab tersebut merupakan petunjuk bagi umat manusia ke jalan yang benar dan penyelamat dari jalan yang sesat. Maka bulan Ramadan dalam sejarahnya merupakan bulan dimulainya gerakan membasmi kemusyrikan di muka bumi, menghancurkan kekufuran, menepis kedengkian, melawan kebatilan dan kemungkaran, hawa nafsu serta kesombongan. Melalui puasa Ramadan, Allah SWT menguji hamba-Nya untuk mengendalikan nafsunya, serta memberikan kesempatan kepada kalbu untuk menembus wahana kesucian dan dan kejernihan rabbani. para hukama terdahulu meyakini bahwa dengan perut adalah pengendali nafsu manusia. Luqman Hakim pernah menasehati anaknya ”Wahai anakku, manakala perutmu kenyang, maka tidurlah fikiranmu, sirnalah kecerdikanmu dan anggota tubuhmu enggan beribadah”. Ali bin Abi Thalib r.a. juga berkata: ”Manakala perutmu penuh, maka kamu adalah orang yang lumpuh”. Sahabat Umar menambahkan: ”Barangsiapa banyak makannya, maka ia tidak akan merasakan kenikmatan dzikir kepada Allah”. Puasa Ramadan dengan demkian merupakan pengendalian diri dari hegemoni nafsu syahwat dan pemisahan diri dari kebiasaan buruk dan maksiat, sehingga memudahkan bagi seorang hamba untuk menerima pancaran cahaya ilahiyah. Fakhruddin al-Razi menjelaskan dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib, bahwa cahaya ketuhanan tak pernah redup dan sirna, namun nafsu syahwat kemanusiaan sering menghalanginya untuk tetap menyinari sanubari manusia, puasa merupakan satu-satunya cara untuk menghilangkan penghalang tersebut. Oleh karena itu pintu-pintu mukashafah (keterbukaan) ruhani tidak ada yang mampu membukanya kecuali dengan puasa. Imam Al-Ghazali menerangkan bahwa puasa adalah seperempat iman, berdasar pada hadis Nabi: Ash shaumu nisfush shabri, dan hadis Nabi saw: Ash Shabru Nisful Iman. Puasa itu seperdua sabar, dan sabar itu seperdua iman. Dan puasa itu juga ibadah yang mempuyai posisi istimewa di mata Allah. Allah berfirman dalam hadis Qudsi: "Tiap-tiap kebajikan dibalas dengan sepuluh kalilipat, hingga 700 kali lipat, kecuali puasa, ia untuk-Ku, Aku sendiri yang akan membalasnya". Imam Ghozali juga menjelaskan bahwa puasa mempunyai tiga tingkatan. Pertama puasa kalangan umum, yaitu menjaga perut dan alat kelamin dari memenuhi shawatnya sesuai aturan yang ditentukan. Kedua adalah puasa kalangan khusus, yaitu selain puasa umum tadi dengan disertai menjaga pendengaran, penglihatan, mulut, tangan dan kaki serta seluruh anggota tubuh lainnya dari perbuatan maksiat. Ketiga, yang paling tinggi, adalah puasa kalangan khususnya khusus, yaitu puasa dengan menjaga hati dan pemikiran dari noda-noda hati yang hina dan dari hembusan pemikiran duniawi yang sesat serta memfokuskan keduanya hanya kepada Allah. Inilah puncak kontemplasi hamba dengan Allah SWT. Puasa Ramadan merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan kualitas dimensi keagamaannya. Pertama, dimensi teologis dan spiritualitas yang tercermin dalam komunikasi antara manusia dan Tuhannya, sehingga memungkinkan dalam dirinya semakin berkembang sifat-sifat ketuhanan yang sebenarnya sudah dimiliki, yakni sifat-sifat positif untuk berbuat kebajikan dan tertanam kepekaan hati nurani dalam bertingkah laku. Kedua, dimensi sosial. Yaitu tumbuhnya kesadaran sosial dalam batin untuk peduli dengan aspek-aspek sosial kemanusiaan. Kualitas kesadaran batin dapat diukur dengan tingkat kepedulian terhadap realitas sosial tersebut, seperti ketaatan kepada pemimpin, hormat dan berbakti kepada orang tua, menyantuni anak yatim dan orang-orang miskin, membela orang yang tertindas hak dan martabatnya, keberanian melakukan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ketiga, dimensi mental. Dengan berpuasa akan melahirkan mental tegar dan tahan banting, sehingga mampu untuk mengahadapi berbagai tantangan, cobaan, godaan, dan ujian dalam kehidupan ini. Senantiasa optimistis dalam berikhtiar dan berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik dengan tetap mengacu pada nilai-nilai etika dan moral agama. Puasa juga akan melatih mentalitas kita untuk sportif dan jujur dalam menerima amanat dan mengemban tugas, menjauhi sikap pengecut dan khianat serta tidak mudah mengumbar emosi amarah dan permusuhan. Keempat, dimensi etika. Dengan menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan benar dan berkualitas, maka akan tercermin dalam diri kita nilai-nilai etika dan moral agama yang positif untuk diaktualisasikan dalam pola kehidupan sehari-hari, seperti: kemampuan menghadirkan alternatif-alternatif terbaik, dalam pola berpikir, bersikap, dan bertingkah laku; kemampuan dalam mengendalikan diri terhadap keinginan-keinginan negatif, maupun emosional destruktif; kemampuan mengarahkan diri sendiri kepada kebenaran, sifat obyektif dan konstruktif; kemampuan untuk menahan diri dari jebakan materialistik dan hedonistik serta kemampuan moralitas dalam melakukan tugas dan kewajiban melalui pertimbangan rasionalitas dan hati nurani. Marilah kita masuki bulan Ramadan ini dengan kesiapan diri yang prima, dengan perasaan yang tulus ikhlas untuk menjalankan ibadah-ibadah di bulan Ramadan. Marilah kita mantapkan hati dan jiwa kita dalam memperoleh kemuliaan puasa Ramadan, sehingga mengantarkan kita pada satu format kehidupan yang lebih baik. Bulan Ramadan kita jadikan momentum pembersihan diri dari dosa dan angkara murka dan penyadaran hati nurani kemanusiaan kita. Puasa jangan hanya kita laksanakan dengan menahan diri untuk tidak makan dan minum, namun yang paling substansial adalah menjadikannya upaya pengekangan diri dari segala bentuk hawa nafsu yang merugikan manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Wallahu a'lam Ustadz Muhammad Niam, LLM Dewan Asatidz PV Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1175%3Amarhaban-ya-ramadhan&catid=15%3Apengajian&Itemid=63

JEJAK RASULULLAH SAW DALAM MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN

Jejak Rasulullah Saw Dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan Ditulis oleh Dewan Asatidz Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan. Orang mukmin dianjurkan untuk meraih sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyaknya kesempatan dalam berbuat kebajikan apapun bentuknya. Bila kita menelusuri jejak Rasululah saw. dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini, maka akan kita dapati hal-hal sbb: 1. Beliau selalu bergegas memenuhi panggilan kebaikan, seperti salat berjama'ah, salat sunnah, mengeluarkan sedekah, membaca al-Qur'an dan sebagainya. Beliau bersabda: "Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, dibelenggulah syetan dan jin, ditutuplah pintu-pintu mereka, dan dibukalah pintu-pintu surga, kemudian diserukan: wahai orang yang mendambakan kebaikan, datanglah!! dan wahai orang yang tak suka kebaikan, bermalaslah!! (artinya, engganlah memperbanyak amalmu). Dan sesungguhnya dalam bulan Ramadhan ini setiap malamnya Allah swt. membebaskan orang-orang yang dikehendakiNYA dari api neraka. (Hadis riwayat Imam al-Turmudzi) 2. Melipatgandakan amal perbuatan yang baik, baik yang fardlu maupun yang sunnah. Diriwayatkan oleh Salman, bahwa pada suatu hari di penghujung bulan Sya'ban Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian manusia, telah datang kepadamu bulan yang agung, penuh keberkahan, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan; diwajibkan padanya puasa; dan dianjurkan untuk menghidupkan malam-malamnya. Maka barang siapa yang mengerjakan satu kebajikan pada bulan ini, seolah-olah ia mengerjakan satu perintah kewajiban di bulan lain, dan siapa yang mengerjakan ibadah yang wajib, seakan-akan ia mengerjakan tujuh puluh kali kewajiban tersebut di bulan yang lain." Begitulah pahala mengerjakan ibadah sunnah sama dengan pahala mengerjakan ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib akan dibalas tujuh puluh kali lipat pahalanya. 3. Beliau sangat pemurah dan sangat gemar bersedekah serta memberi makan orang yang berpuasa. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary ra., bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang paling pemurah, lebih-lebih pada bulan Ramadhan. Dilukiskan bahwa beliau bagaikan hembusan angin yang lembut, membawa banyak karunia, menabur kegembiraan di hati orang mukmin. Diriwayatkan pula bahwa beliau sangat penderma, bahkan tidak pernah menolak permintaan apapun yang diajukan ke beliau. 4. Banyak berdo'a, terutama ketika hendak berbuka puasa. Beliau bersabda: "Saat-saat berbuka adalah saat yang paling tepat dan mujarab bagi orang yang berpuasa untuk berdoa." Dan doa yang selalu diucapkan ketika berdoa adalah "Ya Allah, hanya karenamu aku berpuasa, dan dengan rizkimu aku berbuka, telah hilang haus dan dahaka, maka tetap hauslah pahala bagiku, ya Allah!!". 5. Selalu tadarus (membaca al-Qur'an). Setiap malam bulan Ramadhan Malaikat Jibril as. selalu datang menemui Rasulullah saw., dan bersama-sama membaca al-Qur'an, slih berganti. Hikmah tadarus Rasulullah di antaranya adalah untuk mengajarkan umatnya agar rajin membaca al-Qur'an atau tadarus, terutama di bulan suci Ramadhan itu, di setiap waktu, apalagi di malam hari, dan ketika mengerjakan salat malam (tahajjud). 6. Meningkatkan gairah ibadahnya terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hal mana dilaksanakan untuk meraih terutama lailatul qadar. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadar dengan penih keimanan dan harapan, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah ia lakukan." Seperti kita ketahui, bahwa ibadah pada malam ini sama nilainya dengan kita beribadah seribu bulan lamanya. Dan doa yang paling afdhol (paling utama) diucapkan pada malam itu adalah: "Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Pemurah serta sangat suka memaafkan. Maka ampunilah kesalahan-kesalahan kami, ya Allah. (Allaahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbu al-'afwa fa'fu 'annaa yaa kariim). Diriwayatkan: barang siapa yang salat Maghrib dan Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, maka ia telah mendapatkan sebagian besar keutamaan malam Lailatul Qadar itu. Riwayat yang lain mengatakan, "Siapa yang salat Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, seakan-akan ia telah menghidupkan separoh malam tersebut, dan bila ia menunaikan salat Subuhnya, maka ia telah menyempurnakan seluruh malam Lailatur Qadar tersebut. Itulah beberapa jejek Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan, yang pada dasarnya beliau mengajarkan umatnya agar bersungguh-sungguh meraih kebaikan-kebaikan yang ada padanya, dengan berbuat keta'atan, kebaikan, ibadah, terutama ibadah-ibadah sosial, seperti menolong orang lain, meringankan beban hidup orang lain, menyantuni anak yatim dan orang-orang yang papa atau memberi makan orang yang akan berbuka puasa. Di samping itu beliau juga mengajarkan umatnya agar menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan munkar, makruh, dan mubah, apalagi yang haram. Bahkan beliau memperingatkan dengan sabdanya: "Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan keji atau kotor (seperti berdusta, membicarakan orang lain atau mengadu domba), maka tidak ada artinya puasanya itu, kecuali ia hanya merasakan lapar dan dahaga saja." Demikianlah, semoga Allah swt. menerima dan melipatgandakan amal ibadah kita, dan semoga Allah swt. memberikan kekuatan di dalam menjalankannya. Salawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad saw. Walhamdulillahirabbil'aalamiin. =============================== Disiapkan oleh Bapak Syaerazi Dimyati Sumber: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1011%3Ajejak-rasulullah-saw-dalam-menyambut-bulan-suci-ramadhan&catid=15%3Apengajian&Itemid=63